Sejarah rakyat
Nama Kebumen konon berasal dari kabumian yang berarti sebagai tempat
tinggal Kyai Bumi setelah dijadikan daerah pelarian Pangeran Bumidirja
atau Pangeran Mangkubumi dari Mataram pada 26 Juni 1677, saat
berkuasanya Sunan Amangkurat I. Sebelumnya, daerah ini sempat tercatat
dalam peta sejarah nasional sebagai salah satu tonggak patriotik dalam
penyerbuan prajurit Mataram di zaman Sultan Agung ke benteng pertahanan
Belanda di Batavia. Saat itu Kebumen masih bernama Panjer.Salah seorang
cicit Pangeran Senopati yaitu Bagus Bodronolo yang dilahirkan di Desa
Karanglo, Panjer, atas permintaan Ki Suwarno, utusan Mataram yang
bertugas sebagai petugas pengadaan logistik, berhasil mengumpulkan bahan
pangan dari rakyat di daerah ini dengan jalan membeli. Keberhasilan
membuat lumbung padi yang besar artinya bagi prajurit Mataram, sebagai
penghargaan Sultan Agung, Ki Suwarno kemudian diangkat menjadi Bupati
Panjer, sedangkan Bagus Bodronolo ikut dikirim ke Batavia sebagai
prajurit pengawal pangan.
Adapun selain daripada tokoh di atas, ada seorang tokoh legendaris pula
dengan nama Joko Sangrib, ia adalah putra Pangeran Puger/Paku Buwono I
dari Mataram, dimana ibu Joko Sangrib masih adik ipar dari Demang
Honggoyudo di Kuthawinangun. Setelah dewasa ia memiliki nama Tumenggung
Honggowongso, ia bersama Pangeran Wijil dan Tumenggung Yosodipuro I
berhasil memindahkan keraton Kartosuro ke kota Surakarta sekarang ini.
Pada kesempatan lain ia juga berhasil memadamkan pemberontakan yang ada
di daerah Banyumas, karena jasanya kemudian oleh Keraton Surakarta ia
diangkat dengan gelar Tumenggung Arungbinang I, sesuai nama wasiat
pemberian ayahandanya. Dalam Babad Kebumen keluaran Patih Yogyakarta,
banyak nama di daerah Kebumen adalah berkat usulannya.
Di dalam Babad Mataram disebutkan pula Tumenggung Arungbinang I berperan
dalam perang Mataram/Perang Pangeran Mangkubumi, saat itu ia bertugas
sebagai Panglima Prajurit Dalam di Karaton Surakarta. Di dalam perang
tersebut hal yang tidak masuk akal adalah ia tidak menyerah ke Pangeran
Mangkubumi,yang seharusnya berpihak ke Pangeran Mangkubumi karena beliau
termasuk putra Paku Buwono I/ Pangeran Puger. Ternyata ia bertugas
sebagai mata2 penghubung antara pihak Kraton Surakarta dengan Pengeran
Mangkubumi, pada tiap2 waktu ia sabagai utusan Kraton Surakarta untuk
membawakan biaya perang kepada Pangeran Mangkubumi. Cara membawa biaya
perang tersebut yang dalam bentuk emas dan berlian yang dimasukkan di
dalam sebuah Kendang besar, tidak ada satupun yang tahu, baik
Belanda,para punggawa Kraton Solo maupun para prajurit pihak Pangeran
Mangkubumi sendiri. Cara membawanya dengan diselempangkan di belakang
badannya sambil naik naik kuda, begitu berhasil menembus posisi yang
dekat dengan Pangeran Mangkubumi maka dengan cepatnya Kendang tersebut
ditaruh di dekat Pangeran Mangkubumi, kemudian pergi lagi. Demikian pada
tiap2 waktu Arungbinang melaksanakan misi rahasia tersebut, sehingga
perang Pangeran Mangkubumi mendapatkan biaya, bahkan peperangan ini ada
yang menyebutkan sebagai perang Kendang. Tampaknya alasan inilah yang
membuat posisi Arungbinang sebagai utusan rahasia. Tugas seperti itu
dilakukan berulangkali.